Sensor merupakan
peralatan yang digunakan untuk mengubah besaran fisis tertentu menjadi besaran
listrik equivalent yang siap untuk dikondisikan ke elemen berikutnya.
Sensor dapat kita analogikan
sebagai sepasang mata manusia yang bertugas membaca atau mendeteksi data/
informasi yang ada di sekitar.
Macam-macam
sensor :
·
SENSOR
CAHAYA
-
Light
dependent Resistant (LDR)
-
Photodioda
-
Phototransistor
·
SENSOR
THERMAL
-
Thermocoupel,
-
IC
LM-35,
-
Thermistor,
-
Resistant
Temperatur Detector (RTD)
·
SENSOR
MEKANIK,/PERPINDAHAN/DISPLACEMENT
-
Potensiometer,
-
piezoelectric
·
SENSOR
SUARA
-
Microphone
·
Dan
masih banyak lagi.
Yang digunakan
dalam robot “Line Tracer” ini adalah hanya sensor cahaya saja. Demikian akan
kita bahas bagaimana kinerja sensor cahaya tersebut:
Light Dependent Resistant ( LDR )
Resistor yang LDR tersusun atas bahan
semikonduktor dan memiliki karakteristik nilai tahanan tergantung dengan
intensitas cahaya yang diterimanya.
Semakin tinggi intensitas
cahaya yang mengenai LDR, resitansinya semakin mengecil, begitu pula
sebaliknya.
Gambar Rangkaian SENSOR dengan
menngunakan LDR.
Photodioda
merupakan komponen yang mengubah energi cahaya, dalam hal ini energi cahaya
infra red memjadi sinyal listrik ( dalam hal ini arus listrik ). Merupakan
sambungan dioda PN yang memiliki kepekaan terhadap radiasi gelombang
Elektromagnetik (EM) ketika jatuh pada sambungan.Dikarenakan sambungan PN
sangatlah kecil, dibutuhkan lensa untuk memfokuskan radiasi yang datang agar
mendapatkan respon yang baik.
Keunggulan
device ini adalah nilai waktu responnya sangatlah cepat. Kebanyakan memiliki
waktu respon mendekati 1 Mikrodetik, bahkan ada yang mendekati 1 nano detik. Semakin
tinggi intensitas cahaya, maka arus bocor pada sambungan PN semakin besar
sehingga arus yang lewat sambungan semakin kecil
Gambar rangkaian SENSOR dengan
menggunakan PHOTODIODA
Transduser berasal dari
kata “traducere” dalam bahasa Latin yang berarti mengubah. Sehingga
transduserdapat didefinisikan sebagai suatu peranti yang dapat mengubah suatu
energi ke bentuk energi yang lain. William D.C, (1993), mengatakan transduser
adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem
transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam
bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya”.
Transmisi energi ini bisa berupa
listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas). Bagian masukan
dari transduser disebut “sensor”, karena bagian ini dapat mengindera suatu
kuantitas fisik tertentu dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang lain.
Gambar 11. Gambaran Umum Masukan–Keluaran Transduser
Dari sisi pola aktivasinya, transduser dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Tranduser pasif, yaitu tranduser yang dapat kerja bila mendapat energi tambahan dari luar.
b. Transduser aktif, yaitu transduser yang bekerja tanpa tambahan energi dari luar, tetapi menggunakan energi yang akan diubah itu sendiri.
Untuk jenis transduser pertama, contohnya adalah thermistor. Untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik yaitu tegangan listrik, maka thermistor harus dialiri arus listrik. Ketika hambatan thermistor berubah karena pengaruh panas, maka tegangan listrik dari thermistor juga berubah. Adapun contoh untuk transduser jenis yang kedua adalah termokopel. Ketika menerima panas, termokopel langsung menghasilkan tegangan listrik tanpa membutuhkan energi dari luar.
Pemilihan Transduser
Gambar 11. Gambaran Umum Masukan–Keluaran Transduser
Dari sisi pola aktivasinya, transduser dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Tranduser pasif, yaitu tranduser yang dapat kerja bila mendapat energi tambahan dari luar.
b. Transduser aktif, yaitu transduser yang bekerja tanpa tambahan energi dari luar, tetapi menggunakan energi yang akan diubah itu sendiri.
Untuk jenis transduser pertama, contohnya adalah thermistor. Untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik yaitu tegangan listrik, maka thermistor harus dialiri arus listrik. Ketika hambatan thermistor berubah karena pengaruh panas, maka tegangan listrik dari thermistor juga berubah. Adapun contoh untuk transduser jenis yang kedua adalah termokopel. Ketika menerima panas, termokopel langsung menghasilkan tegangan listrik tanpa membutuhkan energi dari luar.
Pemilihan Transduser
Pemilihan suatu
transduser sangat tergantung kepada kebutuhan pemakai dan lingkungan di sekitar
pemakaian. Untuk itu dalam memilih transduser perlu diperhatikan beberapa hal
di bawah ini:
1. Kekuatan, maksudnya ketahanan atau proteksi pada beban lebih.
2. Linieritas, yaitu kemampuan untuk menghasilkan karakteristik masukan-keluaran yang linier.
3. Stabilitas tinggi, yaitu kesalahan pengukuran yang kecil dan tidak begitu banyak terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan.
4. Tanggapan dinamik yang baik, yaitu keluaran segera mengikuti masukan dengan bentuk dan besar yang sama.
5. Repeatability : yaitu kemampuan untuk menghasilkan kembali keluaran yang sama ketika digunakan untuk mengukur besaran yang sama, dalam kondisi lingkungan yang sama.
6. Harga. Meskipun faktor ini tidak terkait dengan karakteristik transduser sebelumnya, tetapi dalam penerapan secara nyata seringkali menjadi kendala serius, sehingga perlu juga dipertimbangkan. Diantara beberapa karakteristik transduser di atas, akan dibahas lebih mendalamtentang linieritas.
Linieritas Transduser
Linieritas
adalah suatu sifat yang penting dalam suatu transduser. Bila suatu transduser
adalah linier, maka bila masukan menjadi dua kali lipat, maka keluaran misalnya
menjadi dua kali lipat juga. Hal ini tentu akan mempermudah dalam memahami dan
memanfaatkan transdusertersebut.
Ketidaklinieran setidaknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketidaklinieran yang diketahui dan yang tidak diketahui. Ketidaklinieran yang tidak diketahui tentu sangat me-nyulitkan, karena hubungan masukan keluaran tidak diketahui. Seandainya transduser semacam ini dipakai sebagai alat ukur, ketika masukan menjadi dua kali lipat, maka keluarannya menjadi dua kali lipat atau tiga kali lipat, atau yang lain,tidak diketahui.
Ketidaklinieran setidaknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketidaklinieran yang diketahui dan yang tidak diketahui. Ketidaklinieran yang tidak diketahui tentu sangat me-nyulitkan, karena hubungan masukan keluaran tidak diketahui. Seandainya transduser semacam ini dipakai sebagai alat ukur, ketika masukan menjadi dua kali lipat, maka keluarannya menjadi dua kali lipat atau tiga kali lipat, atau yang lain,tidak diketahui.
Sehingga untuk
transduser semacam ini, perlu dilakukan penelitian tersendiri untuk mendapatkan
hubungan masukan keluaran, sebelum memanfaatkannya. Adapun untuk
ketidaklinieran yang diketahui, maka transduser yang memiliki watak semacam ini
masih dapat dimanfaatkan dengan menghindari ketidaklinierannya atau dengan
melakukan beberapa transformasi pada rumus-rumus yang menghubungkan masukan
dengan keluaran. Contoh ketidaklinieran yang diketahui misalnya: daerah mati
(dead zone), saturasi (saturation), logaritmis, kuadratis dan sebagainya.
Perinciannya
adalah sebagai berikut:
1. Daerah mati (dead zone) artinya adalah ketika telah diberikan masukan, keluaran belum ada. Baru setelah melewati nilai ambang tertentu, ada keluaran yang proporsional terhadapmasukan.
2. Saturasi maksudnya adalah, ketika masukan dibesarkan sampai nilai tertentu, keluaran tidak bertambah besar, tetapi hanya menunjukkan nilai yang tetap.
3. Logaritmis, maksudnya adalah sesuai dengan namanya bila masukan bertambah besar secaralinier, keluarannya bertambah besar secara logaritmis.
4. Kudratis, maksudnya adalah sesuai dengan namanya bila masukan bertambah besar secaralinier, keluarannya bertambah besar secara kuadratis